Senin, 12 Maret 2012

Fungsi serta Peran : Bank Umum, Bank Pengkreditan Rakyat dan Bank Indonesia

FUNGSI DAN PERAN BANK UMUM

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern
, yaitu :

1. Penciptaan uang

Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.

Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.

2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran

Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.

Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.


3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat

Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.


4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional

Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga

Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.

6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya

Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.

FUNGSI DAN PERAN BANK PENGKREDITAN RAKYAT

Latar Belakang Pendirian Bank Perkreditan Rakyat

Dalam abad kesembilanbelas telah terjadi proses kemiskinan rakyat Indonesia, terutama yang berada di daerah pedesaan di Pulau Jawa dan Madura. Hal ini disebabkan

karena pada abad itu dan sebelumnya rakyat Indonesia, khususnya yang hidup di daerah pedesaan dibebani pajak-pajak dan pungutan-pungutan yang berat baik berupa uang, hasil bumi maupun kerja yang tidak dibayar. Beban penderitaan rakyat di pedesaan terutama terjadi dalam masa dilaksanakannya Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) oleh Pemerintah Hindia Belanda antara tahun 1830-1870. Beban yang berat tersebut disertai pula dengan peningkatan jumlah penduduk yang mulai naik dengan laju yang cepat sejak abad tersebut. Hal ini pun mempunyai pengaruh pula terhadap turunnya tingkat kesejahteraan dari rakyat Indonesia, karena kenaikan jumlah penduduk dan kenaikan produksi pangan menjadi tidak seimbang.

Timbulnya “Politik Ethis” pada akhir abad kesembilanbelas di negeri Belanda, yang menginginkan diadakannya perbaikan terhadap keadaan rakyat Indonesia yang telah menderita karena Tanam Paksa dan ekses-eksesnya, dan agar keuntungan yang diperoleh negeri Belanda dari tanam Paksa tersebut dikembalikan kepada rakyat Indonesia terutama petaninya. Sehingga Parlemen Negeri Belanda antara lain mendesak

agar kepada masyarakat Indonesia terutama didaerah pedesaan diberikan bantuan kredit. Maka timbullah gagasan-gagasan dari orang-orang Belanda baik di negeri Belanda maupun di Indonesia untuk mendirikan lembaga perkreditan untuk membantu penduduk Indonesia khususnya yang bermukim di pedesaan. Usaha ini dimaksudkan untuk mencegah kemerosotan lebih lanjut daripada kesejahteraan para petani serta meningkatkan daya tahan mereka terhadap bencana-bencana yang dapat terjadi.

Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. Pijnaker Hordijk menunjuk W.P. Groeneveldt anggota Dewan Hindia Belanda untuk mengadakan penelitian mengenai keadaan ekonomi orang-orang Timur Asing di Jawa dan Madura. Hal ini berkaitan dengan peran mereka sebagai pemberi kredit kepada orang-orang Indonesia. Tekanan dari penelitian itu adalah penguasaan yang dilakukan orang-orang Timur Asing terhadap orang-orang Indonesia melalui praktek-praktek woeker, yaitu pinjaman uang dengan suku bunga yang sangat tinggi dan dengan persyaratan yang sangat berat. Ketika Groeneverdt diangkat sebagai wakil ketua Dewan, maka F. Fokkens ditunjuk oleh Pemerintah untuk mengadakan penelitian tersebut.

Dalam kesimpulan dari penelitian tersebut Fokkens menyarankan agar untuk membantu memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia akan kredit perlu didirikan Bank Hipotik yang juga bekerja sebagai kas tabungan. Bank ini hendaknya diprakarsai oleh pihak swasta, akan tetapi diawasi oleh Pemerintah. Bank tersebut yang merupakan juga bank pertanian perlu dicoba dahulu dibeberapa tempat. Apabila percobaan ini berhasil, maka dapat dikembangkan kedaerahdaerah lain. Kendala yang terdapat dalam cara pemberian kredit ini adalah karena tanahtanah orang Indonesia tidak diregistrasi dan tidak dapat diikat dengan hipotik. Cara pemberian kredit tersebut tidak dapat dilaksanakan karena kemudian ditemukan cara lain untuk pelaksanaan kredit pertanian. Yaitu pada bulan Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah didirikan Bank Priyayi atau Bank Pegawai oleh seorang pegawai pemerintah bangsa Indonesia yang memberikan pinjamannya kepada para pegawai negeri bangsa Indonesia dan juga kepada para tukang (pengrajin) dan petani.

Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Pertama (Bank Pegawai)

Bank Perkreditan Rakyat yang pertama lahir pada akhir abad yang lalu ditengahtengah kemiskinan dan penderitaan rakyat Indonesia di daerah Banyumas, Jawa Tengah oleh seorang pegawai pemerintahan bangsa Indonesia R. Bei Aria Wirjaatmadja. Sebelum tahun 1875 R. Bei Aria Wirjaatmadja yang menjabat sebagai patih di Purwokerto telah mengetahui bahwa banyak Pegawai Negeri terjerat hutang pada rentenir didaerah itu. Maka ia berusaha membantu membebaskan hutang mereka kepada rentenir, yaitu mula-mula dengan uangnya sendiri dan kemudian dengan persetujuan atasannya mempergunakan uang kas mesjid yang dipercayakan kepadanya untuk pengurusannya. Kecuali membantu para pegawai negeri ia membantu pula para petani dan tukang atau pengrajin dengan modal pertama sebesar f 4000,- Kesulitan kemudian terjadi karena ada perintah bahwa uang kas mesjid tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain daripada maksud semula. Patih R. Bei Aria Wirjaatmadja diharuskan untuk mengembalikan uang yang dipergunakannya tersebut. Hal ini tentunya tidak dapat dilakukan karena uang itu sudah dipinjamkan.

Asisten Residen E. Sieburgh yang mengetahui kejujuran patih dan tujuan dari penggunaan uang itu memberikan bantuannya dengan membuat surat edaran kepada penduduk Purwokerto, baik yang berkebangsaan Eropa, maupun orang-orang Indonesia untuk membantu pengembalian uang kas mesjid. Karena masyarakat di Purwokerto telah mengenal dan menghargai usaha yang telah dilaksanakannya, maka mereka turun tangan mengumpulkan dana untuk menolong patih yang jujur dari kesulitannya. Dalam waktu yang tidak lama terkumpul uang sebesar f 4000,- untuk meneruskan “perusahaan bank” dari R. Bei Aria Wirjaatmadja. Dengan bantuan asisten residen E. Sieburgh uang yang terkumpul dari masyarakat Purwokerto tersebut dijadikan modal pertama dari Bank Perkreditan Rakyat yang pertama yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895.

Bank tersebut dinamakan “Hulp en Spaar Bank voor Inlandsche Hoofden” (Bank Bantuan dan Tabungan untuk Kepala-kepala Bangsa Indonesia) atau “Hulp en Spaar bank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren” (Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai Pemerintahan bangsa Indonesia) yang pada waktu itu dikenal sebagai Bank Priyayi dan merupakan bank Pegawai. Kecuali kepada para pegawai negeri bank juga memberi pinjaman kepada para petani dan tukang, mengenai pengertian tukang ini mungkin meliputi antara lain tukang batu, tukang besi serta pengrajin pada umumnya, untuk melepaskan diri dari jeratan rentenir atau pengijon.

FUNGSI DAN PERAN BANK INDONESIA

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

:: Sebagai Badan Hukum

Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA

:: Tujuan Tunggal

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.


:: Tiga Pilar Utama

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik pada gambar dibawah) perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Perkembangan Perbankan di Indonesia sejak 1990 s/d 2010

Dewi Kartika Lestari

17210019 / 3EA10

Dalam perkembangannya muncul berbagi masalah antara lain pengaturan sistem keuangan yang berkaitan dengan mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Untuk menghadapi permasalahan ini maka muncul beberapa paham antara lain paham merkantilisme dan paham liberalism ekonomi. Permasalahan inilah yang kemudian mendorong munculnya regulasi-regulasi perbankan karena memang praktik perbankan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap volume uang.

Bentuk lembaga keuangan Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.792 tahun 1990 tentang “Lembaga Keuangan”, lembaga keuangan diberikan batasan sebagai semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Secara umum lembaga keuangan dikelompokan dalam dua bentuk yaitu bank dan bukan bank.

Berikut ini merupakan perbedaan kedua lembaga tersebut:

Kegiatan Lembaga Keuangan Bank Bukan Bank Penghimpun Dana

• Secara langsung berupa simpanan dana masyarakat (tabungan, giro, deposito)

• Secara tidak langsung dari masyarakat (kertas berharga, penyertaan, pinjaman/kredit dari lembaga lain

• Hanya secara tidak langsung dari masyarakat (terutama melalui kertas berharga, dan bisa juga dari penyertaan, pinjaman/kredit dari lembaga lain) Penyaluran Dana

• Untuk tujuan modal kerja, investasi, konsumsi

• Kepada badan usaha dan individu

• Untuk jangka pendek. Menengah dan panjang

• Terutama untuk tujuan investasi

• Terutama kepada badan usaha

• Terutama untuk jangka menengah dan panjang.

Klasifikasi uang Pengertian uang dapat diklasifikasikan dalam dua golongan utama, yaitu:

a. Uang dalam pengertian sempit Uang dalam pengertian sempit adalah bentuk uang yang dianggap memiliki likuiditas paling tinggi.alam pengertian sempit Uang dalam penghitunga teoritis sering kali diberi notasi M1. Uang yang dimasukkan dalam pengertian ini adalah Uang kartal adalah uang resmi atau alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan oleh bank sentral atau Bank Indonesia berupa uang kertas dan uang logam yang biasa digunakan masyarakat untuk kegiatan ekonomi sehari-hari. Uang giral adalah simpanan dana masyarakat pada lembaga keuangan bank berupa rekening giro.

b. Uang dalam pengertian luas Uang dalam pengertian luas bisa diartikan dalam dua kelompok, yaitu: Diberi notasi M2 Biasanya terdiri dari narrow money ditambah dengan rekening tabungan (saving deposit) dan rekening deposito berjangka (time deposit) Diberi notasi M3 Terdiri dari M2 ditambah dengan seluruh simpanan dana masyarakat kepada lembaga keuangan bukan bank.

Syarat uang dan Peran Uang :

a. Dapat diterima secara umum. Bila uang tidak diterima dan diketahui secara umum maka tidak mungkin digunakan sebagai alat pertukaran.

b. Memiliki nilai yang stabil. Bila uang tidak memiliki nilai yang stabil, orang tidak akan menaruh kepercayaan. Akan tetapi, dalam kenyataannya nilai uang slalu mengalami perubahan. Meskipun demikian perlu dijaga agar perubahan tersebut tidak besar.

c. Jumlah yang beredar harus mencukupi kebutuhan. Kekuarangan suplai uang akan membahakan kegiatan perekonomian. Oleh kerena itu, otoritas moneter perlu mementau perkembangan perekonomian sehingga elastisitas ketersediaan dana tetap terjaga.

d. Mudah dibawa untuk urusan setiap hari dan justru tidak menjadi hambatan untuk melaksanakn transaksi.

e. Tahan lama, dalam proses transaksi bisnis uang berpindah-pindah tangan maka harus dijamin agar nilai fisiknya mampu bertahan.

Dalam perekonomian, uang memiliki beberapa peran sebagi berikut:

a. Alat tukar menukar. Sebagai alat untuk mempertemukan antara penjual dan pembeli.

b. Alat pengukur nilai. Digunakan sebagai alat yang dapat menunjukan nilai barang dan jasa yang diperjual belikan, besarnya kekayaan seseorang.

c. Standar pembayaran masa depan yaitu digunakan sebagi pencicil utang.

d. Alat penimbun kekayaan atau daya beli.

Karena uang dapat digunakan sebagai alat penimbun kekayaan akibatnya akan mempengaruhi pemegangan uang oleh seseorang. Orang mempercayai uang sebagi salah satu alat penimbun kekayaan karena keyakinan bahwa bila uang dihunakan pada masa kini akan memiliki nilai masa kini dan bila digunakan pada masa depan akan memiliki nilai pada masa depan.

Fungsi bank

a. Agen of trust (kepercayaan); Kepercayaan baik dalam hal menghimpun dana maupun penyalur dana.

b. Agen of development (mobilisasi dana untuk pembanguann ekonomi); Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor rill tidak dapat dipisahkan.

c. Agent of services (mobilisasi dana untuk pembanguann ekonomi); Di samping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa tersebut antara lain berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank dan penyelesaian tagihan.

Peran Bank Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank

a. Pengalihan asset. Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

b. Transaksi Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. Produk-produk yang dikeluarkan oleh bank dan lembaga keuangan bukan bank (giro, tabungan, deposito, saham dan sebaginya) merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagi alat pembayaran.

c. Likuiditas Produk-produk yang dikeluarkan oleh bank masing-masing memiliki tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingan likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan.

d. Efisiensi Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanan.

Perkembangan perbankan di Indonesia Kondisi dunia perbankan di Indonesiatelah mengalami banyak perubahan. Perubahan ini selain disebabkan perkembangan internal dunia perbankan juga tidak terlebas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan. Perkembangan faktor-faktor internal dan eksternal perbankan tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat dikelompokan dalam empat periode.

Keempat periode itu adalah:

a. Kondisi sebelum Deregulasi Perbankan pada masa ini sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari penguasa, yang dalam hal ini adalah pemerintah.

Berikut ini merupakan fungsi utama perbankan pada masa penjajahan adalah:

1) Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik kolonial.

2) Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar milik kolonial, seperti giro, garansi bank, pemindahan dana dan lain-lain.

3) Membatu pemindahan dana jasa modal dari wilayah kolonial ke negara penjajah.

4) Sebagai tempat sementara dari dana hasil pemungutan pajak, baik pajak dari perusahaan-perusahan maupun dari masyarakat pribumi, untuk kemudian dikirim ke negara penjajah.

5) Mengadminitrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah kolonial.

Berikut ini merupakan fungsi utama perbankan pada masa setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi adalah:

1) Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik pemerintah dan swasta.

2) Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar.

3) Mengadminitrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah. 4) Meyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor-sektor yang ingin dikembangkan pemerintah.

Dan yang selanjutnya adalah keadaan perbankan saat ini, yaitu:

1) Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia Hingga akhir tahun 1960-an peraturan menegenai perbankan hanya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968. Undanng-undang tersebut tidak mengatur sejara jelas mengenai perbankan namun, lebih cenderung memperlihatkan campur tangan pemerintah dalam perbankan di Indonesia.

2) Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank-bank tertentu. KLBI diberikan terutama untuk bank-bank pemerintah ini disalurkan untuk mendanai pemberian kredit kepada debitur dan dalam hal ini bunga yang harus dibayar oleh bank penerima KLBI relatif rendah.

3) Bank banyak menanggung program-prorogram pemerintah. Terutam bank-bank pemerintah memperoleh berbagai macam fasilitas khusus, bank tersebut juga harus menjalankan kegiatan perbankan yang berkaitan dengan program atau proyek pemerintah.

4) Intrumen pasar uang yang terbatas. Banyak bank yang menyalurkan dana atau mencari tambahan dana pada saat kekurangan dan tidak dengan cara-cara tradisional yaitu melakukan kredit dan simpanan masyarakat. Bank Indonesia belum secara aktif mendiskontokan berbagai macam surat berharga jangka pendek dan pasar uang pada waktu itu juga belum mengenal SBI, sehingga instrument pasar uang menjadi terbatas.

5) Jumlah bank swasta yang relatif sedikit. Dari waktu ke waktu masa itu perkembangan jumlah bank swasta tidak mengalami kenaikan. Bank-bank swasta yang ada umumnya bank-bank kecil. Bank-bank milik pemerintah yang berupa BUMN mendominasi kegiatan perbankan di Indonesia.

6) Sulitnya pendirian bank baru Dominasi bank pemerintah yang sangat kuat dengan segala fasilitas dan kemudahannya menyebabkan sulit sekali bagi bank swasta baru untuk masuk dalam persaingan apalagi untuk berkembang menjadi bank yang besar. 7) Persaingan antarbank yang tidak ketat Kemudahan-kemudahan sebuah bank banyak diterima oleh bank-bank pemerintah pada masa itu. Kemudahan yang didapatkan dari tahap menghimpun dana sampai dengan penyaluran dana. Hal tersebut membuat posisi bank pemerintah relatif sangat kuat dibandingkan bank-bank swasta, sehingga iklim persaingan sama sekali tidak muncul. Adanya kebijakan bahwa tingkat bunga simpanan dan pinjaman secara sepihak ditentukan oleh bank sentral semakin menyebabkan tidak adanya iklim persaingan.

8) Posisi tawar-menawar bank relatif lebih kuat daripada nasabah Bank seolah-olah tidak merasa membutuhkan nasabah, nasabahlah yang membutuhkan bank. Bank tidak terlalu mememrlukan dana dari masyarakat Karena telah memperoleh dana dengan mudah dari pemerintah dan BUMN.

9) Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit Karena bank merasa tidak terlalu membutuhkan nasabah, maka bank juga merasa tidak perlu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada nasabahnya. Pelayanan yang diberikan cenderung rumit seperti birokrasi pemerintah dan sebagi efek sampingannya adalah tingkat efisiensi pengelolaan dana yang rendah.

10) Bank bukan merupakan alternatif utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana. Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit dan lemahnya posisi tawar-menawar nasabah menyebabkan masyarakat kuarang tertarik untuk berhubungan dengan baik. Masyarakat kecil lebih banyak berhubungan dengan pegadaian dan rentenir.

11) Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah

b. Kondisi sesudah Deregulasi Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum yang tidak bagus terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasikan dana dengan baik. Untuk mengatasi situsi tersebut tidak menguntungkan ini cara yang ditempuh pemerintah pada waktu adalah dengan melakukan serangkaian kebijakan berupa deregulasi di sector rill dan sektor moneter. Kebijakan deregulasi yang telah dilakukan dan terkait dengan perbankan antara lain adalah:

1) Paket 1 Juni 1983 yang berisi tentang:

a) Penghapusan pagu kredit dan pembatasan aktiva lain sebagai instrument pengendali Jumlah Uang Beredar (JUB)

b) Pengurangan KLBI kecuali untuk sektor-sektor tertetu.

c) Pemberian kebebasan bank untuk menetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman kecuali untuk sector-sektor tertentu.

2) Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI

3) Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI.

4) Paket 27 Oktober 1988 yang berisi tentang:

a) Pengerahan dana masyarakat, yang meliputi: Kemudahan pembukaan kantor bank. Kejelasan aturan pendirian bank swasta. Bank dan lembaga keuangan bukan bank bisa menerbitkan sertifikat deposito tanpa memerlukan izin. Semua bank dapat memberikan layanan Tabanas dan tabungan lainnya.

b) Efisiensi lembaga keungan , yang meliputi: BUMN dan BUMD bukan bank dapat menempatkan sampai dengan 50% dananya pada bank nasional mana pun. Batas maksimum pemberian kredit (BMPK) bagi bank dan lembaga keuangan bukan bank. c) Pengendalian kebijakan moneter, yang meliputi: Likuiditas wajib minimum perbankan dan lembaga keungan bukan bank diturunkan dari 15% menjadi 2% dari jumlah dana pihak ketiga. SBI dan SBPU yang semula berjangka waktu 7 hari sekarang ditambah dengan berjangka waktu sampai dengan 6 bulan. Batas maksimum pinjaman antarbank ditiadakan.

d) Pengembangan pasar modal, yang meliputi: Bunga depisito berjangka dan sertifikat deposito dikenakan pajak penghasilan sebesar 15% agar dunia perbankan mendapatkan perlakuan yang sama dengan pasar modal. Penangguhan pengenaan pajak penghasilan terhadap bunga tabungan. Perluasan modal bank dan lembaga keungan bukan bank dapat dilakukan dengan penjualan saham baru melalui pasar modal di samping peningkatan penyertaan oleh pemegang saham.

5) Paket 20 Desember 1988 yang berisi tentang:

a) Aturan penyelenggaraan baru efek oleh swasta.

b) Alternatif sumber pembiayaan berupa sewa guna usaha, anjak piutang, modal ventura, perdagangan surat berharga, kartu kredit dan pembiayaan konsumen.

c) Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dapat melakukan kegiatan perdagangan surat berharga, kartu kredit anjak piutang dan pembiayaan konsumen.

d) Kesempatan pendirian perusahaan asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi, broker asuransi, adjuster asuranis dan aktuaria.

6) Paket 25 Maret 1989 yang berisi tentang:

a) Penyempurnaan paket sebelumnya.

b) Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dapat memiliki net open position maksimum sebesar 25% dari modal sendiri.

7) Paket 29 Januari 1990 yang berisi tentang penyempurnaan program perkreditan kepada usaha kecil agar dilakukan secara luas oleh semua bank.

8) Paket 28 Februari 1991 yang berisi tentang penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan lembaga keungan dengan prinsip kehati-hatian, sehinggadapat tetep mempertahankan keoercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.

9) UU Nomer 7 Tahun 1992 tentang perbankan. 10) Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi:

a) Rasio kecukupan modal

b) Batas maksimum pemberian kredit (BMPK)

c) Kredit Usaha Kecil (KUK)

d) Pembentukan cadangan piutang

e) Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga.

Ciri-ciri perbankan pada masa setelah diregulasi adalah:

1) Peraturan yang memberikan kepastian hokum.

2) Jumlah bank swasta bertambah banyak.

3) Tingkat persaingan bank yang semakin kuat, karena:

a) Pemberia KLBI untuk kesulitan nonlikuiditas semakin dikurangi.

b) Bank lebih leluasa menentukan sektor-sektor yang ingin dikembangan.

c) BUMN bebas menyalurkan 50% penempatan dana ke semua bank nasional.

d) Bunga bebas ditentukan oleh masing-masing bank.

4) Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Modal. Merupakan salah satu sumber alternatif penghimpun dana dan penyalura dana. Hal tersebut menyebabkan kegiatan perbankan lebih luwes terhadap perubahan situasi.

5) Kepercayaan masyarakat terhadap bank yang meningkat.

6) Mobilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar.

c. Kondisi saat krisis ekonomi mulai akhir tahun 1990-an

1) Tingkat kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastis.

2) Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat. Peraturan kesehatan bank sulit sekali untuk diterapkan dalam kondisi krisis ekonomi ini, sebab apabila aturan diterapkan apa adanya maka sebagian besar bank sudah tidak lagi layak untuk meneruskan kegiatan usahanya.pelanggaran yang paling menonjol adalah tidak terpenuhinya rasio kecukupan modal dan batas maksimum pemberian kredit.

3) Adanya spread negatif. Kepercayaan masyarakat sangat rendah terhadap perbankan serta kebijakan uang ketat oleh otoritas moneter melalui pernaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyebabkan perbankan tidak mempunyai alternative lain umtuk menghimpun dan menyalurkan dana. Konsekuensi dari kebijakan spread negative ini adalah bank harus menanggung rugi dalam kegiatan usaha penghimpunan dan penyaluran dananya

4) Munculnya penggunaan peraturan perundangan yang baru. Peraturan dan perundangan baru yang ditetapkan setelah adanya krisis ekonomi ini antara lain adalah:

a) Undang-undang Nomer 3 Tahun 2004 tentang Perubahaan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

b) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

c) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

d) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum.

e) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan prinsip Syariah.

f) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat.

g) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat prinsip Syariah.

h) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/37/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kator Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan dari Bank Yang Berkedudukan di Luar Negeri.

i) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/50/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembelian Saham Bank Umum.

j) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dab Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank Umum.

k) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dab Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank Perkreditan Rakyat. l) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/53/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum.

m) Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/53/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat.

5) Jumlah bank menurun. Kondisi sektor rill yang sanngat lemah, proporsi kredit bermasalah yang semakin besar, dan likuditas yang semakin rendah menyebabkan bank makin lama makin sulit untuk meneruskan usaha.

d. Kondisi terakhir Tiga hal penting menandai kondisi terakhir sector perbankan di Indonesia.

Ketiga hal tersebut adalah:

1) Selesainya penyusutan Arsitektur Pernbankan Indonesia (API). Munculnya API ini dipicu oleh adanya krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mulai tahun 1997.

2) Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR dan Bank Indonesia untuk membentuk atau menyusun:

a) Lembaga penjamin simpanan

b) Lembaga pengawas perbankan yang idependen

c) Otoritas jasa keuangan

3) Kinerja perbankan yang lebih menunjukan kondisi masa peralihan atau awal masa pemulihan dari krisis ekonomi kea rah kondisi perbankan yang lebih sesuai dengan praktik-praktik perbankan yang lebih baik. Praktik perbankan yang lebih baik ini antara lain mengarah kepada:

a) Manajemen pengelolaan risiko yang lebih baik.

b) Struktur perbankan nasonal yang lebih baik.

c) Penerapan prinsip kehati-hatian yang konsisten.

4) Penyaluran dana masyarakat kearah yang lebih mencerminkan bank sebagai perantara keuangan dengan tetap berlandaskan prinsip kehati-hatian.

"SUMBER WIKIPEDIA"